اَللّه is Always With Me

Selasa, 19 Juli 2011

MATA KULIAH MENULIS PUISI

  Sekitar tiga bulan yang lalu, saya dan teman-teman sekelas mendapatkan tugas akhir perkuliahan semester enam dari dosen matakuliah Menulis Puisi. Tentu saja, tugas akhir saat itu ya mengarang beberapa puisi dengan tema yang sudah ditentukan oleh bapak dosen. Tugas akhir itu menjadi salah satu tolak ukur untuk menentukan lulus tidaknya pada matakuliah Menulis Puisi tersebut. Apalagi, puisi-puisi yang harus dikerjakan berjumlah 20 dan itu murni harus karangan sendiri. 
    Alhasil, saya dan teman-teman kaget campur was-was juga. Mau tak mau tugas akhir itu harus kami kerjakan. Kami diberi waktu untuk mengerjakan puisi-puisi itu selama dua minggu. Jadilah kami harus berjuang ekstra keras berusaha mengerjakan puisi-puisi itu karena kami juga masih ada tugas akhir dari matakuliah yang lainnya dengan beban yang hampir sama beratnya. Fiuh (-.-)" 
  Inilah beberapa hasil puisi sederhana milik saya dari tugas akhir matakuliah Menulis Puisi itu yang sudah jelas hak patennya menjadi milik saya ^_^ Ternyata tugas dari bapak dosen matakuliah Menulis Puisi berguna juga. Alhamdulillah :) Senang campur malu juga waktu baca karangan puisi sendiri tapi lumayan lah, hitung-hitung bisa jadi tabungan puisi-puisi selama masa perkuliahan ini. hehehe...
1) PUISI  ALAM

 LAUT
Perahu yang membawa kita
Telah jauh pergi
Tak tahu kemana
Mungkin ke ujung dunia

Ayo duduk
Perhatikan gulungan ombak
Selalu datang dan pergi
Silih berganti

Tak bergeming di bawah cahaya bulan
Debur ombak selalu menghibur
Melihat pesona rupawan alam
Ciptaan  Sang Pencipta yang sempurna


   BINTANG-BINTANG
Dalam kesunyian malam ini
Suasana hening tanpa suara
Tampak pesona rupawan
Bagai taman surga

Aku tak mampu memejamkan mata
Memperhatikan kalian yang elok menawan
Memenuhi hamparan langit itu
Begitu terang memikat hati

Kalian menjadi pelipur duka
Mendamaikan hati yang luka
Aku bermimpi untuk menjadi kalian
Wahai bintang-bintang harapanku
             
       
AIR HUJAN
Kau sering tiba-tiba turun
Butiranmu  kadang sedikit kadang banyak
Suaramu mengusik pendengaran
Membuat jantung berdegup kencang

Kau kawan di kala suka
Kau kawan di kala duka
Kadang kau menjadi penyejuk hati
Namun amarahmu juga menakutkan

Hutan bisa gundul karena ulahmu
Gunung bisa  longsor karena keganasanmu
Manusia bisa sengsara karena hardikanmu
Air hujan jangan lanjutkan terormu


  HUJAN DAN BANGAU
Aku berdiri di tepi danau itu
Menikmati indahnya gerimis yang turun
Aku berteduh di sebuah pondok tua
Duduk memperhatikan sepasang bangau

Keserasian sepasang bangau menari
Sepasang bangau silih berganti
Terbang dan mendarat
Keselarasan tarian pasangan bangau

Aku terdiam sejenak dan berpikir
Memandang sepasang bangau
Mereka tak peduli  udara dingin
Mereka terus menari dan menari


2) PUISI  SOSIAL

       MEREKA DAN NEGERI SAMPAH
Kita telah terbiasa
Melihat pemandangan di  negeri sampah
Dimana-mana kita sering menjumpainya
Kotoran manusia di negeri sampah

Beruntung masih ada mereka
Sebagian yang sudi memungut sampah
Membantu menghilangkan citra buruk
Membantu demi kebersihan negeri sampah

Tak perlu mencaci maki pekerjaan mereka
Tak perlu memandang rendah mereka
Tak perlu meremehkan mereka
Mereka melakukannya
hanya untuk mengisi perut


   GADIS PENGAMEN
Sering kita bertemu di bis itu
Kau gadis kecil bergelas plastik
Berjiwa lapang menerima nasib
Begitu kuat mengenal duka

Terlintas bujukan dari pikiranku
Ku ingin ikut denganmu
Gadis kecil bergelas plastik
Kembali ke bawah jembatan

Ganasnya kehidupan duniamu
Tak mampu mengikis asamu
Jiwamu terlalu murni dan suci
Jangan pernah membiarkannya pudar

         
      KEHIDUPAN MEREKA   
Ada kehidupan, ada kematian
Menatap musim penuh luka
Ada cerita seolah ingin bicara
Namun masih diam terpaku

Mereka dihantam oleh kehidupan
Kehidupan yang tak kenal ampun
Mereka masih tetap berjuang
Hidup dalam kerasnya roda kehidupan

Jiwa raga begitu erat rapat tersekat
Dalam jemari tangan mereka
Mulut telah penuh dengan kata-kata
Kata-kata perjuangan yang tak akan mati

           
PENGEMIS TUA
Kau melangkah menyusuri jalan
Terseok-seok, tertatih-tatih langkahmu
Kau berjuang meggerakkan langkahmu
Memantapkan hati mengais rezeki

Tiap langkah kau bersuara lemah
Begitu sendunya pandanganmu
Tak terasa peluh keringat menetes
Dari badanmu yang teramat ringkih

Kehadiranmu mengganggu mimpiku
Mengiris-iris tipis hatiku
Menjinnakkan kekuatan otakku
Tetaplah berjuang wahai pengemis tua



3) PUISI  NARATIF
           
  JENAZAH
Mataku terengah-engah di depan pintu
Dekat tasbih, sinar lampu
Samping lemari dan kamar yang tenang
Terbaring jenazah seorang pria

Malam semakin hening
Kedua bola mataku hinggap ke  jenazah
Samar memandang lebih dekat
Sebentar memperhatikan lalu berlari keluar

Menerjang derasnya hujan
Aku menunduk melangkah
Bertanya dalam hati: “Itukah Bapak?”
tampak nyata bukan mimpi

Aku menatap rumah dari jauh
Tampak orang-orang ramai bergerombol
Datang memenuhi rumah yang berduka itu
Pertemuan terakhir dengan si jenazah


 AKU DAN MALAM
Malam diam seribu bahasa
Bintang redup kehilangan cahayanya
Aku menghela nafas beberapa kali
Dingin terasa menusuk kulit

Seraya memandang langit yang kelam
Tiba-tiba menyelinap beberapa harapan
Otakku merangkai harapan indah
Membangkitkan kembali asa yang pudar

Malam ini hanya aku yang tahu
Melati itu mulai tumbuh
Membangunkan lamunanku dengan tiba-tiba
Ternyata malam masih panjang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar