Fresha nama gadis
itu. Usianya sekitar 14 tahun. Dia anak pasangan pengusaha sukses di Surabaya.
Di rumah yang besar dan mewah hasil kerja keras orang tuanya itu, Fresha hanya
tinggal dengan keempat pembantunya dan seorang supir pribadi. Orang tua Fresha
sering pergi untuk urusan bisnis di luar kota bahkan hingga luar negeri. Fresha
anak pandai dan tidak sombong serta di sekolah dia memiliki banyak teman, tetapi
walaupun begitu dia tetap merasa kesepian tanpa kehadiran kedua orang tuanya
yang sangat dicintai dan disayanginya itu.
Setiap hari Fresha selalu merasakan
kehampaan dan kesunyian di dalam hatinya. Fresha telah menganggap bahwa
kehampaan dan kesunyian itu adalah sahabat yang selalu menemaninya dalam
keadaan apapun. Sebanyak teman dan seramai apapun kondisi di lingkungan
sekitarnya, Fresha tetap selalu merasa hampa, sunyi dan sepi. Fresha
benar-benar menginginkan kehadiran dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Fresha pun kini semakin senang
dengan kesendiriannya karena terlalu seringnya kedua orang tuanya
meninggalkannya untuk bekerja. Setiap sore hari, Fresha ditemani segelas wedang
jahe dan sebungkus kacang mente untuk menikmati kesunyian yang dia lalui itu.
Terkadang Fresha menangis sesenggukan saat rindu pada kedua orangtuanya. Fresha
berusaha mencoba menerima kenyataan itu dengan legowo. Fresha bangkit dari
tempat duduknya yang ada di dalam kamar lantai tiga rumahnya dan berjalan
mendekati jendela kamarnya itu untuk melihat daun-daun berguguran seolah ingin
menemani dirinya melewati kesunyian itu.
Tiba-tiba telpon rumah Fresha
berdering, dia mengangkat gagang telpon dari kamar itu dan ada suara mamanya di
seberang sana.
“Fresha sayang, piye kabare nduk?.
Sesuk mama karo papa kondur ing Suroboyo. Paling-paling mama karo papa sampe
ing omah sekitar jam 7 wengi, nduk. Kowe ati-ati ing omah yo nduk…”.
Fresha sumringah dan melompat
kegirangan setelah mendengar kabar dari mamanya itu. Kini dia berpikir bahwa
ternyata keinginannya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya bukanlah sebatas
impiannya saja. Fresha sudah sangat rindu pada orang tuanya setelah 4 tahun
tidak bertemu karena orang tuanya yang terlalu sibuk dengan bisnisnya. Tak lama
setelah dia membayangkan pertemuan dengan orang tuanya itu, lalu jam dinding di
rumahnya berbunyi menandakan sudah pukul 6 sore.
Ding…dong…
Ding…dong…
Ding..dong…
Ding…dong…
Ding…dong…
Ding…dong…
Ketika membuka mata perlahan-lahan,
ternyata aku baru tersadar bahwa cerita tentang Fresha tadi adalah pikiranku
yang membayangkan cerpen yang telah aku tulis dan kerjakan untuk tugas
matakuliah membaca ekstensif yang harus dikumpulkan besok pagi pada dosenku,
ibu Martutik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar