اَللّه is Always With Me

Rabu, 23 April 2014

BUKAN SEBATAS IMPIAN

           Fresha nama gadis itu. Usianya sekitar 14 tahun. Dia anak pasangan pengusaha sukses di Surabaya. Di rumah yang besar dan mewah hasil kerja keras orang tuanya itu, Fresha hanya tinggal dengan keempat pembantunya dan seorang supir pribadi. Orang tua Fresha sering pergi untuk urusan bisnis di luar kota bahkan hingga luar negeri. Fresha anak pandai dan tidak sombong serta di sekolah dia memiliki banyak teman, tetapi walaupun begitu dia tetap merasa kesepian tanpa kehadiran kedua orang tuanya yang sangat dicintai dan disayanginya itu.

            Setiap hari Fresha selalu merasakan kehampaan dan kesunyian di dalam hatinya. Fresha telah menganggap bahwa kehampaan dan kesunyian itu adalah sahabat yang selalu menemaninya dalam keadaan apapun. Sebanyak teman dan seramai apapun kondisi di lingkungan sekitarnya, Fresha tetap selalu merasa hampa, sunyi dan sepi. Fresha benar-benar menginginkan kehadiran dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

            Fresha pun kini semakin senang dengan kesendiriannya karena terlalu seringnya kedua orang tuanya meninggalkannya untuk bekerja. Setiap sore hari, Fresha ditemani segelas wedang jahe dan sebungkus kacang mente untuk menikmati kesunyian yang dia lalui itu. Terkadang Fresha menangis sesenggukan saat rindu pada kedua orangtuanya. Fresha berusaha mencoba menerima kenyataan itu dengan legowo. Fresha bangkit dari tempat duduknya yang ada di dalam kamar lantai tiga rumahnya dan berjalan mendekati jendela kamarnya itu untuk melihat daun-daun berguguran seolah ingin menemani dirinya melewati kesunyian itu.

        Tiba-tiba telpon rumah Fresha berdering, dia mengangkat gagang telpon dari kamar itu dan ada suara mamanya di seberang sana.

            “Fresha sayang, piye kabare nduk?. Sesuk mama karo papa kondur ing Suroboyo. Paling-paling mama karo papa sampe ing omah sekitar jam 7 wengi, nduk. Kowe ati-ati ing omah yo nduk…”.

            Fresha sumringah dan melompat kegirangan setelah mendengar kabar dari mamanya itu. Kini dia berpikir bahwa ternyata keinginannya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya bukanlah sebatas impiannya saja. Fresha sudah sangat rindu pada orang tuanya setelah 4 tahun tidak bertemu karena orang tuanya yang terlalu sibuk dengan bisnisnya. Tak lama setelah dia membayangkan pertemuan dengan orang tuanya itu, lalu jam dinding di rumahnya berbunyi menandakan sudah pukul 6 sore.

Ding…dong…

            Ding…dong…

                        Ding..dong…

                                    Ding…dong…

                                                Ding…dong…

                                                            Ding…dong… 

            Ketika membuka mata perlahan-lahan, ternyata aku baru tersadar bahwa cerita tentang Fresha tadi adalah pikiranku yang membayangkan cerpen yang telah aku tulis dan kerjakan untuk tugas matakuliah membaca ekstensif yang harus dikumpulkan besok pagi pada dosenku, ibu Martutik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar